Upacara Adat Bathok Bolu Alas Ketonggo merupakan pagelaran seni
sekaligus kirab budaya yang dilangsungkan oleh warga Sambiroto untuk menyambut
datangnya bulan Sura (kalender jawa). Sebelum kirab yang dilangsungkan pada
malam hari dimulai, akan ditampilkan fragmen sendratari.
Bathok Bolu adalah sebuah nama yang digunakan untuk menamai kawasan
atau wilayah khusus di dusun Sambiroto. Penamaan Bathok Bolu mengandung makna
bahwa daerah atau kawasan itu terlihat biasa-biasa saja atau tidak menampakkan
sesuatu yang istimewa, tetapi di situ ada sesuatu yang sangat berharga yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat atau bias memberikan manfaat yang besar bagi
masyarakat seperti halnya madu yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang. Kawasan
Bathok Bolu diyakini oleh masyarakat Sambiroto maupun masyarakat di luar
Sambiroto mengandung sesuatu yang berharga yang akan memberikan manfaat yang
besar bagi masyarakat Sambiroto khususnya,dan masyarakat pada umumnya. Secara
historis, kawasan Bathok Bolu semula merupakan makam dua sesepuh Dusun
Sambiroto, yaitu Ki Demang Ranupati dan Yang Guru. Keduanya adalah tokoh
karismatik yang membuka kawasan hutan Sambiroto yang disebut Alas Ketonggo yang
kemudian menjadi sebuah dusun yang dinamai Sambirotosekarang ini. Keduanya
semula adalah pelarian dari Kraton Mataram yang kemudian bertapa di hutan (alas
ketonggo) di kawasan ini untuk mendapatkan kesaktian yang akhimya keduanya
meninggal di kawasanini dan dimakam kandi tempat ini juga.
Kawasan Bathok Bolu kini merupakan kawasan terpencil dari
rumah-rumahwarga di Dusun Sambiroto Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi Dusun Sambiroto berada
pada posisi sudut barat laut desa Purwomartani dan merupakan daerah yang berada
pada perbatasan sisi barat desa Purwomartani dan desa Wedomartani. Kawasan
Ritual Bathok Bolu dapat dibagi ke dalam dua wilayah yaitu wilayah yang disakralkan
keberadaannya dengan wilayah yang tidak mengandung muatan sakral (keramat) atau
wilayah profan (biasa). Oi areal yang disakralkan itu terdapat tempat untuk
bersemedi dan rumah pondok kecil sebagai tempat beristirahat untuk melepas
lelah atau berbincang-bincang antar sesama para peziarah. Oi sekitar Joglo
Kraton (Kraton Jin) juga dikelilingi dengan tanam-tanaman yang mengandung
khasiat sebagai obat-obatan. Batas dengan kawasan luar kawasan inti dipertegas
dengan pagar tembok di sekelilingnya. Sekarang ini Bathok Bolu menjadi kawasan
budaya religious yang memiliki pengaruh budaya dan keagamaan bagi masyarakat di sekitarnya.
Aktivitas rutin yang dilakukan oleh masyarakat di Bathok Bolu adalah ziarah ke
makam Oemang Ranupati dan Yang Guru pada malam Selasa Kliwon dan malam Jum'at
Kliwon untuk mendapatkan berkah (ngalap berkat) agar tujuan-tujuan
yang diinginkan berhasil. Oi samping ziarah ke makam itu, pengunjung terkadang
juga melengkapinya dengan mandi di Sendang Ayu dan menyepi (bersemedi) di
Kraton Jin. Tujuannya sarna, yakni untuk ngalap berkat. Untuk
kelancaran melayani masyarakat yang berziarah di kawasan ini, ditunjuk penjaga
Bathok Bolu yang sering disebut "juru kunci" yang rumahnya berdekatan
dengan lokasi. Sekarang ini dibuatkan rumah jaga (semacam kantor) untuk juru
kunci tersebut. Juru kunci ini dijabat secara turun-temurun. Di samping
aktivitas rutin di kedua malam itu, secara rutin di setiap awal bulan Sura
(Muharram) selalu diadakan pentas seni budaya Bathok Bolu yang biasanya
berlangsung selama delapan hingga sepuluh malam, dimulai dari tanggal I Sura
hingga 10 Sura dalam hitungan tahun Jawa atau tahun hijriah (Islam). Pada acara
pentas seni budaya ini ditampilkan beberapa seni pertunjukan rakyat. Sekarang
acara ini lebih dikenal dengan nama Pentas Seni Budaya Bathok Bolu Alas
Ketonggo. Mulai tiga tahun terakhir acara pentas seni budaya ini dilengkapi
dengan acara Kirab yangbentuknya seperti Kirab Sekaten di Kraton Yogyakarta
padatanggal 12Mulud(RabiulAwwal). Tradisi yang secara rutin dilakukan di Bathok
Bolu adalah berziarah di makam sesepuh Sambiroto di Bathok Bolu. Tojuan pokok
ziarah di tempat ini adalah untuk mendapatkan berkat dengan
melangsungkanserangkaian prosesi ritual (semedi). Orang yang melakukan semedi
dan melangsungkanritual "permintaan"di Bathok Bolu harus melalui
beberapa proses tahapan sebagai persyaratan. Pertama, dengan membeli 9
wama jajan pasar yang berupa buah-buahan,seperti: mentimun, pisang, kacang,
salak, dan lainnya. Buah-buahan ini sebagai media atau suatu symbol
"persembahan"untuk membukakomunikasidengan ratujin Bathok Bolu, dalam
bahasa Ki Juru Kunci dengan sebutan mbah buyut arwah para /e/uhur. Setelah
proses acara selesai, biasanya buah-buahan itu dimakan bersama oleh mereka yang berada di lokasi itu. Kalau ada
sisanya, biasanya diserahkan kepada keluargajuru kunci. Kedua, setelah
tersedia 9 wama buah-buahan tersebut, sebelum upacara ritual dimulai orang yang
sedang punya hajat terlebih dahulu harus bersiram air di Sendang Ayu, apakah
dengan mandi atau sebatas cuci muka. Baru setelah dua proses tahapan itu
selesai acara ritual itu dimulai, biasanya orang yang sedang berhajat
memintajuru kunci itu memimpinproses ritual. Kawasan Bathok Bolu juga diyakini
sebagai tempat kerajaan ratujin. Ratujin itu bemama Raden Ayu Sekarjoyokusomo.
Ratu jin inilah yang terlibat komunikasi secara intensif dengan para pendiri
kerajaan Mataram, seperti Pangeran Senopati atau Ki Gede Pemanahan. Berdasarkan
cerita tutur masyarakat sekitar lokasi maupun para pengunjung dijelaskan pula
bahwasanya ketika para pendiri Mataram bermaksud mendirikan kerajaan, mereka juga
terlebih dahulu bersemedi, berkomunikasi secara spritual dengan yang ghaib di
kawasanBathok Bolu ini. Dari hasil observasi dan wawancara dengan para
pengunjung dan juru kunci kawasan ritual Bathok Bolu terungkap beberapa faktor
dari motivasi orang yang melakukan kunjungan atau semedi ke tempat tersebut.
Berbagai kepentingan yang melatarbelakanginya, mulai dari sesuatu yang
benar-benar bermakna sakral, yakni membangunrelasi batin dengan kekuatan yang
ghaibagar dapat memperoleh spritualitas bagi "kesempumaan" hidup,
sampai yang semata-mata keperluan profan (tidak sakral). Keduanya terkadangjuga
saling bertemu secara tumpang tindih antara yang sakral dan yang profan, yang
duniawi dan yang ukhrawi.
Tradisi-tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa
seperti yang ada di Sambiroto memiliki nilai budaya yang tinggi, karena sangat
terkait dengan budaya spiritual mereka, yakni ada unsur-unsur keagamaan yang
terkait di dalamnya. Berbagai budaya yang mereka lestarikandan mereka lakukan
tidak sematamata untuk mempertahankanbudaya nenek moyang mereka yang adi
luhung,tetapi mereka juga melakukan ritual keagamaan dengan tujuan-tujuan
tertentu seperti yang diyakini oleh para pengunjung kawasanritual BathokBoludi
atas.
Tradisi bersih dusun yang mereka lakukan di bulan Sura (biasa disebut Suran) juga
memiliki makna budaya seperti itu. Dalam bersih dusun selalu diadakan pentas
wayang yang diyakini memiliki makna khusus.Wayang dijadikan sarana untuk memanggil
dan berhubungan dengan roh nenek moyang mereka guna dimintai pertolongan dan
perlindungan. Pertunjukan wayang ini dilakukandi malam hari, mengingat dalam
keyakinan mereka pada saat itu roh sedang berkeliaran sehingga mudah membangun komunikasi
dengan roh-roh tersebut (SuwamoImam,2005: 2).
Karena sekarang ini yang menyelenggarakan tradisi Surandi Bathok Bolu banyak masyarakat yang
menganut Islam, acara-acara di dalamnya banyak diisi dengan ritual-ritual
Islam. Karena itu, kesenian-kesenian yang ditampilkan banyak menyuarakan pesan pesan Islam.
Bahkan di akhir atau di awal perayaan Sura ini diadakan mujahadah dan pengajian
yang tujuan utamanya adalah bermunajat kepada Allah Swt. sambil memohon
kepada-Nya demi keselamatan, ketentraman, dan kemakmuran masyarakat Sambiroto
dan masyarakat sekitamya.
Dalam pandangan agama, khususnya Islam, tradisi yang berlangsung di
Dusun Sambiroto, khususnya di sekitar kawasan Bathok Bolu, sebagiannya
bertentangan dengan ajaran Islam dan sebagian yang lain tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Dari sekian banyak tradisi yang ada, dua tradisi yang akan
peneliti kaji secara khusus dan lebih rinci, yakni tradisi ziarah di makam
Bathok Bolu pada malam Selasa Kliwon dan malam Jum'at Kliwon dan tradisi Suran
dalam rangka bersih dusun. Dua tradisi ini secara umum memiliki tujuan yang
sarna, yakni mencari berkah dan melakukan persembahan dan permohonan kepada
Tuhan agar mendapatkan keselamatan. Karena itu, tradisi ini sering juga disebut slametan (selamatan).
Islam yang merupakan agama yang lengkap dan sempuma sudah mengatur
semua aktivitas terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhannya maupun dengan
sesamanya. Dengan demikian, semua hal yang dilakukan oleh manusia sudah ada
aturannya dalam Islam, termasuk dalam hal berziarah ke makam dan melakukan
ritual-rituallainnya. Tradisi-tradisi ini dapat didekati dari kacamata aqidah (keimanan Islam) dan dari kacamata syariah(hukum Islam). Menurut aqidah
Islam, ruh orang yang meninggalakan tetap hidup dan tinggal sementara di alam barzah atau alam
kubur,sebagai alam antara antara alam dunia dan alam akhirat. Siapa pun akan
memasuki alam barzah ini sebelum akhimya memasuki alam akhirat. Islam tidak mengajarkan bahwa ruh
orang yang sudah meninggal berkeliaran di tempat tinggalnya atau di sekitanya yang
masih dapat memberikan sesuatu kepada orang-orang yang masih hidup, terutama memberi
berkah atau mengabulkan permintaan bagi yang memohon kepadanya. Karena itu,
keyakinan masyarakat Jawa seperti itu jelas bertentangan dengan aqidah Islam.
Apalagikeyakinan akan kemampuan ruh-ruh itu memberikan sesuatu kepada orang orang
yang masih hidup jelas sekali bertentangan dengan ajaran tauhid yang
mengajarkan keesaan Allah, terutama dalam hal memberikan pertolongan dan
mengabulkan permintaan hamba-hamba- Nya. Melakukan permintaan kepada roh-roh
seperti itu adalah perbuatan sia-sia yang bertentangan dengan ajaran tauhid,
bahkan termasuk berbuatan syirik, yakni menyekutukan Allah dalam arti
mengakui bahwa selain Allah ada yang dapat memberikan sesuatu (dalam hal ini
pertolongan). Begitu juga keyakinan-keyakinan di sekitar makam suci,
kramat, atau spiritual, yang sekarang memunculkan berbagai tradisi yang terus
dipertahankan jelas bertentangan dengan aqidah Islam,khususnya ajaran tauhid.
Menurut Usman Raliby (dalam Muhammad Daud AIi, 2000:202-209) ajaran
tauhid atau mengesakan Allah dapat dijabarkan menjadi tujuh ajaran tauhid,
yaitu: I) mengakui Allah Maha Esa dalam Ozat-Nya, 2) mengakui Allah Maha Esa
dalam sifat-sifat- Nya, 3) mengakui Allah Maha Esa dalam
perbuatan-perbuatan-Nya, 4) mengakui Allah Maha Esa dalam wujud-Nya,5) mengakui
Allah Maha Esa dalam menerima ibadah, 6) mengakui Allah Maha Esadalam menerima
hasrat dan hajat manusia, dan 7) mengakui Allah Maha Esa dalam memberi hukum.
Ketujuh macam tauhid ini dapat ditemukan dasar-dasanya dalam al-Quran. Dari ajaran tauhid yang
ke-5 dan ke-6 dapat dipahami bahwa Allah sajalah yang berhak disembah dan
menerima peribadatan. Hanya Allahlah yang harus disembah oleh manusia dan hanya
kepada-Nyalah manusia memohon pertolongan. Jika manusia hendak
menyampaikan maksud, permohonan, dan keinginannya, maka hendaknya langsung
ditujukan kepada Allah dan tanpa melalui perantara atau media apa pun namanya.
Konsekuensinya, setiap Muslim tidak memerlukan perantara, baik orang maupun rohnya, dalam
menyampaikan hajat dan permintaan
kepada
Allah.
Dengan memperhatikan ajaran tauhid
seperti di atas jelaslah bahwa tradisi mencari berkah dan mengajukan permohonan
dan keinginan kepada Tuhan melalui ritual-ritual yang dilakukan dalamziarah ke
makam Bathok Bolu bertentangan dengan ajaran Islam. Adapun dalam tradisi Suran dapat
dirinci menjadi dua bagian, yaitu bagian yang bersifat ritual yang masih
sejalan dengan ajaran Islam dan bagian yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Kelompok ritual yang bertentangan dengan ajaran Islam adalah
ritual-ritual yang bertentangan dengan ajaran tauhid seperti tradisi ziarah di
atas, misalnya acara mencari berkah melalui ritual:
I) minum air suci yang diambil dari Sendang Ayu dengan keyakinan
tertentu, 2) bersemedi di makam Ki Demang Ranupati dan Yang Guru serta di
Kraton Jin untuk mendapatkan berkah, dan 3) melakukan Kirab yang tujuan akhinya
untuk melakukan persembahan kepada Tuhan (Allah) dan mendapatkan berkah.
Tradisi-tradisi
ini sebenanya
adalah warisan tradisi Hindu-Jawa dalam rangka bersih dusun yang diselingi
ritual-ritual keislaman,misalnya dalam melakukan pujian-pujian kepada Allah dan
berdoa kepada- Nya.
Kelompok ritual yang pertama yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam adalah acara-acara tambahan yang belum lama dilaksanakan. Acara ritual-ritual selingan ini misalnya
tradisi slametan yang dikemas dalam bentuk bacaankalimahthayyibahpuji tahli! atau yang sering
disebut tahlilan yang menurut pengamatan peneliti memang tidak
memasukkan ritual yang menyimpangdari ajaran Islam. Ritual yang lain adalah
mujahadah dengan membaca bacaan surat al-Fatihah, shalawat Nabi, Asmaul Husna,
dan permohonandoa kepada Allah yang dipimpin oleh seorang ulama terkenaI
di Yogyakarta yang kemudian ditutup dengan ceramah dakwah (pengajian) Islam.
Ritual-ritual ini jelas tidak bertentangan dengan ajaran Islam ketika diniatkan
dengan ikhlas dan tidak dibarengidenganniatan-niatanyang salah. Dari kacamata syariah
Islam tradisi-tradisi seperti itu, khususnya ritual-ritual yang dalam kacamata
aqidah tidak bertentangan dengan ajaran Islam, masih debatable, dalam
arti masih diperdebatkanboleh tidaknya untuk dilaksanakan. Sebagian ulama
menganggaphal itu sebagai bentuk bid'ah, yakni hal-hal barn yang
dilarang oleh agama untuk dilaksanakan, karena tidak ada landasannyayang pasti
dari al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Sebagian ulama juga ada yang membolehkan hal itu.
Inti Sari Nilai Upacara Bathok Bolu, adalah mengucap puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Arti kata Bathok Bolu adalah Bathok
(Tempurung dalam Bahasa Indonesia, bathok dalam bahasa Jawa), sedangkan Bolu
adalah (Bolong telu dalam bahasa Jawa, Lubang tiga dalam Bahasa Indonesia).
Upacara Bathok Bolu dapat digambarkan sebagai bathok kelapa yang
melukiskan hidup manusia secara filsafat dan hakikat serta mistis. Yakni:
Cikal (calon)atau tunas, yaitu bakal pohon kelapa yang masih kecil.
Yakni umur manusia ketika masih kanak-kanak belum sempurna,
Glugu, artinya manusia kecil biasanya bertindak masih lugu dan tidak
pernah bohong, polos pemikirannya. Maksudnya manusia harus bertindak jujur,
lurus seperti glugu (pohon kelapa).
Tataran, yaitu tangga yang di buat pada batang kelapa untuk memudahkan
seseorang memanjatnya. Maksudnya, hidup manusia itu hendaknya di awali dari
tahap demi tahap. Dalam meraih segala ngelmu, diperlukan laku dan proses.
Tapas,yaitu pembungkus calon buah kelapa. Maksudnya, manusia harus mau
di tata yang pas dan selaras.
Mancung, yaitu kuncup bunga kelapa maksudnya manusia hendaknya
selalu mengacungkan diri dalam hal kebaikan, harus menggantungkan cita-cita
setinggi langit.
Manggar, yaitu bunga kelapa, maksudnya hidup seharusnya di
anggar-anggar atau di pertimbangkan masak-masak.
Bluluk, buah kelapa kecil maksudnya hidup seharusnya balbul
(mengepul-kepul) dengan keluk (asap), hidup harus senang membakar kemenyan
sebagai sarana bertemu dengan Tuhan.
Cengkir, buah kelapa muda. Maksudnya hidup harus kuat pemikirannya
(kenceng ing pikir)
Degan, kelapa muda. Maksudnya hidup harus bisa mendapatkan
gegantilaning ati (buah hati), yaitu Tuhan.
Sepet, pembungkus kelapa. Maksudnya manusia hidup hidup harus berani
menghadapi sepete kehidupan (pahitnya kehidupan).
Janur, daun kelapa muda berwarna kuning. Maksudnya, hidup harus
selalu mencari cahaya kuning, yaitu nur ilahi.
Nilai yang terkandung dalam upacara ini :
a. Nilai luhur kebersamaan dan gotongroyong.
Bahwa dalam pelaksanaan upacara adat dilakukan secara bersama-sama
tidak memandang pada agama maupun pranata sosial seluruh masyarakat sambiroto
dan sekitarnya sebagai perwujudan kekerabatan persatuan dan kesatuan antara
arga tanpa memperdulikan dengan suatu maksud dalam pemahaman kepada Tuhan Yang
Maha Esa
b. Nilai luhur kepribadian dan kepercayaan diri
Bahwa dengan melaksanakan upacara ini masyarakat sambiroto merasa yakin
akan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan akan mengabulkan segala
permohonannya. Para pelaku upacara mempunyai semangat tinggi dan kepribadian
yang mantap dan kuat untuk melabuhkan sosial naluri yang tertanam dalam kancah
budaya spiritual.
c. Nilai luhur ketauladanan
Bahwa dengan melaksanakan upacara tersebut akan memberikan suri
tauladan dan pewarisan nilai luhur budaya daerah kepada generasi muda dan
masyarakat yang nantinya mampu menyerap, mengamalkan dan selanjutnya
melestarikan
d. Nilai luhur kepasrahan
Bahwa melaksanakan upacara adat adalah wujud dari kepasrahan kepada
Tuhan Yang Esa, tasyakur atas rahmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua
dengan rasa handarbeni dan melestarikan budaya berarti akan mewariskan kepada
generasi selanjutnya.
e. Tokoh Bathok Bolu, TugiransekdesPoromartaniKalasan.
Hal hal yang diwariskan adalah untuk mengenang kepasrahan
seseorang dalam menyatukan sarana meditasi kraton kajiman alas ketangga,
sambiroto dan dijadikan tempat yang sakral yang dapat menyatakan rasa syukur
kepada Yang maha Kuasa "Nyawijekke Rasa Pangrasa Anggayuh Nugrahaning
Gusti”, sehingga masyarakat apabila tidak melaksanakan upacara tersebut
dikhawatirkan akan mendapat bencana atau mara bahaya dengan yang bersemayam di
kraton kajimanbathok bolu alas ketangga.