Sabtu, 27 Februari 2016

Upacara Adat Bathok Bolu



Upacara Adat Bathok Bolu Alas Ketonggo merupakan pagelaran seni sekaligus kirab budaya yang dilangsungkan oleh warga Sambiroto untuk menyambut datangnya bulan Sura (kalender jawa). Sebelum kirab yang dilangsungkan pada malam hari dimulai, akan ditampilkan fragmen sendratari.
Bathok Bolu adalah sebuah nama yang digunakan untuk menamai kawasan atau wilayah khusus di dusun Sambiroto. Penamaan Bathok Bolu mengandung makna bahwa daerah atau kawasan itu terlihat biasa-biasa saja atau tidak menampakkan sesuatu yang istimewa, tetapi di situ ada sesuatu yang sangat berharga yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat atau bias memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat seperti halnya madu yang dibutuhkan oleh kebanyakan orang. Kawasan Bathok Bolu diyakini oleh masyarakat Sambiroto maupun masyarakat di luar Sambiroto mengandung sesuatu yang berharga yang akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Sambiroto khususnya,dan masyarakat pada umumnya. Secara historis, kawasan Bathok Bolu semula merupakan makam dua sesepuh Dusun Sambiroto, yaitu Ki Demang Ranupati dan Yang Guru. Keduanya adalah tokoh karismatik yang membuka kawasan hutan Sambiroto yang disebut Alas Ketonggo yang kemudian menjadi sebuah dusun yang dinamai Sambirotosekarang ini. Keduanya semula adalah pelarian dari Kraton Mataram yang kemudian bertapa di hutan (alas ketonggo) di kawasan ini untuk mendapatkan kesaktian yang akhimya keduanya meninggal di kawasanini dan dimakam kandi tempat ini juga.
Kawasan Bathok Bolu kini merupakan kawasan terpencil dari rumah-rumahwarga di Dusun Sambiroto Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi Dusun Sambiroto berada pada posisi sudut barat laut desa Purwomartani dan merupakan daerah yang berada pada perbatasan sisi barat desa Purwomartani dan desa Wedomartani. Kawasan Ritual Bathok Bolu dapat dibagi ke dalam dua wilayah yaitu wilayah yang disakralkan keberadaannya dengan wilayah yang tidak mengandung muatan sakral (keramat) atau wilayah profan (biasa). Oi areal yang disakralkan itu terdapat tempat untuk bersemedi dan rumah pondok kecil sebagai tempat beristirahat untuk melepas lelah atau berbincang-bincang antar sesama para peziarah. Oi sekitar Joglo Kraton (Kraton Jin) juga dikelilingi dengan tanam-tanaman yang mengandung khasiat sebagai obat-obatan. Batas dengan kawasan luar kawasan inti dipertegas dengan pagar tembok di sekelilingnya. Sekarang ini Bathok Bolu menjadi kawasan budaya religious yang memiliki pengaruh budaya dan keagamaan bagi masyarakat di sekitarnya. Aktivitas rutin yang dilakukan oleh masyarakat di Bathok Bolu adalah ziarah ke makam Oemang Ranupati dan Yang Guru pada malam Selasa Kliwon dan malam Jum'at Kliwon untuk mendapatkan berkah (ngalap berkat) agar tujuan-tujuan yang diinginkan berhasil. Oi samping ziarah ke makam itu, pengunjung terkadang juga melengkapinya dengan mandi di Sendang Ayu dan menyepi (bersemedi) di Kraton Jin. Tujuannya sarna, yakni untuk ngalap berkat. Untuk kelancaran melayani masyarakat yang berziarah di kawasan ini, ditunjuk penjaga Bathok Bolu yang sering disebut "juru kunci" yang rumahnya berdekatan dengan lokasi. Sekarang ini dibuatkan rumah jaga (semacam kantor) untuk juru kunci tersebut. Juru kunci ini dijabat secara turun-temurun. Di samping aktivitas rutin di kedua malam itu, secara rutin di setiap awal bulan Sura (Muharram) selalu diadakan pentas seni budaya Bathok Bolu yang biasanya berlangsung selama delapan hingga sepuluh malam, dimulai dari tanggal I Sura hingga 10 Sura dalam hitungan tahun Jawa atau tahun hijriah (Islam). Pada acara pentas seni budaya ini ditampilkan beberapa seni pertunjukan rakyat. Sekarang acara ini lebih dikenal dengan nama Pentas Seni Budaya Bathok Bolu Alas Ketonggo. Mulai tiga tahun terakhir acara pentas seni budaya ini dilengkapi dengan acara Kirab yangbentuknya seperti Kirab Sekaten di Kraton Yogyakarta padatanggal 12Mulud(RabiulAwwal). Tradisi yang secara rutin dilakukan di Bathok Bolu adalah berziarah di makam sesepuh Sambiroto di Bathok Bolu. Tojuan pokok ziarah di tempat ini adalah untuk mendapatkan berkat dengan melangsungkanserangkaian prosesi ritual (semedi). Orang yang melakukan semedi dan melangsungkanritual "permintaan"di Bathok Bolu harus melalui beberapa proses tahapan sebagai persyaratan. Pertama, dengan membeli 9 wama jajan pasar yang berupa buah-buahan,seperti: mentimun, pisang, kacang, salak, dan lainnya. Buah-buahan ini sebagai media atau suatu symbol "persembahan"untuk membukakomunikasidengan ratujin Bathok Bolu, dalam bahasa Ki Juru Kunci dengan sebutan mbah buyut arwah para /e/uhur. Setelah proses acara selesai, biasanya buah-buahan itu dimakan bersama oleh mereka yang berada di lokasi itu. Kalau ada sisanya, biasanya diserahkan kepada keluargajuru kunci. Kedua, setelah tersedia 9 wama buah-buahan tersebut, sebelum upacara ritual dimulai orang yang sedang punya hajat terlebih dahulu harus bersiram air di Sendang Ayu, apakah dengan mandi atau sebatas cuci muka. Baru setelah dua proses tahapan itu selesai acara ritual itu dimulai, biasanya orang yang sedang berhajat memintajuru kunci itu memimpinproses ritual. Kawasan Bathok Bolu juga diyakini sebagai tempat kerajaan ratujin. Ratujin itu bemama Raden Ayu Sekarjoyokusomo.
Ratu jin inilah yang terlibat komunikasi secara intensif dengan para pendiri kerajaan Mataram, seperti Pangeran Senopati atau Ki Gede Pemanahan. Berdasarkan cerita tutur masyarakat sekitar lokasi maupun para pengunjung dijelaskan pula bahwasanya ketika para pendiri Mataram bermaksud mendirikan kerajaan, mereka juga terlebih dahulu bersemedi, berkomunikasi secara spritual dengan yang ghaib di kawasanBathok Bolu ini. Dari hasil observasi dan wawancara dengan para pengunjung dan juru kunci kawasan ritual Bathok Bolu terungkap beberapa faktor dari motivasi orang yang melakukan kunjungan atau semedi ke tempat tersebut. Berbagai kepentingan yang melatarbelakanginya, mulai dari sesuatu yang benar-benar bermakna sakral, yakni membangunrelasi batin dengan kekuatan yang ghaibagar dapat memperoleh spritualitas bagi "kesempumaan" hidup, sampai yang semata-mata keperluan profan (tidak sakral). Keduanya terkadangjuga saling bertemu secara tumpang tindih antara yang sakral dan yang profan, yang duniawi dan yang ukhrawi.
Tradisi-tradisi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa seperti yang ada di Sambiroto memiliki nilai budaya yang tinggi, karena sangat terkait dengan budaya spiritual mereka, yakni ada unsur-unsur keagamaan yang terkait di dalamnya. Berbagai budaya yang mereka lestarikandan mereka lakukan tidak sematamata untuk mempertahankanbudaya nenek moyang mereka yang adi luhung,tetapi mereka juga melakukan ritual keagamaan dengan tujuan-tujuan tertentu seperti yang diyakini oleh para pengunjung kawasanritual BathokBoludi atas.

Tradisi bersih dusun yang mereka lakukan di bulan Sura (biasa disebut Suran) juga memiliki makna budaya seperti itu. Dalam bersih dusun selalu diadakan pentas wayang yang diyakini memiliki makna khusus.Wayang dijadikan sarana untuk memanggil dan berhubungan dengan roh nenek moyang mereka guna dimintai pertolongan dan perlindungan. Pertunjukan wayang ini dilakukandi malam hari, mengingat dalam keyakinan mereka pada saat itu roh sedang berkeliaran sehingga mudah membangun komunikasi dengan roh-roh tersebut (SuwamoImam,2005: 2).
Karena sekarang ini yang menyelenggarakan tradisi Surandi Bathok Bolu banyak masyarakat yang menganut Islam, acara-acara di dalamnya banyak diisi dengan ritual-ritual Islam. Karena itu, kesenian-kesenian yang ditampilkan banyak menyuarakan pesan pesan Islam. Bahkan di akhir atau di awal perayaan Sura ini diadakan mujahadah dan pengajian yang tujuan utamanya adalah bermunajat kepada Allah Swt. sambil memohon kepada-Nya demi keselamatan, ketentraman, dan kemakmuran masyarakat Sambiroto dan masyarakat sekitamya.
Dalam pandangan agama, khususnya Islam, tradisi yang berlangsung di Dusun Sambiroto, khususnya di sekitar kawasan Bathok Bolu, sebagiannya bertentangan dengan ajaran Islam dan sebagian yang lain tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dari sekian banyak tradisi yang ada, dua tradisi yang akan peneliti kaji secara khusus dan lebih rinci, yakni tradisi ziarah di makam Bathok Bolu pada malam Selasa Kliwon dan malam Jum'at Kliwon dan tradisi Suran dalam rangka bersih dusun. Dua tradisi ini secara umum memiliki tujuan yang sarna, yakni mencari berkah dan melakukan persembahan dan permohonan kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan. Karena itu, tradisi ini sering juga disebut slametan (selamatan).
Islam yang merupakan agama yang lengkap dan sempuma sudah mengatur semua aktivitas terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhannya maupun dengan sesamanya. Dengan demikian, semua hal yang dilakukan oleh manusia sudah ada aturannya dalam Islam, termasuk dalam hal berziarah ke makam dan melakukan ritual-rituallainnya. Tradisi-tradisi ini dapat didekati dari kacamata aqidah (keimanan Islam) dan dari kacamata syariah(hukum Islam). Menurut aqidah Islam, ruh orang yang meninggalakan tetap hidup dan tinggal sementara di alam barzah atau alam kubur,sebagai alam antara antara alam dunia dan alam akhirat. Siapa pun akan memasuki alam barzah ini sebelum akhimya memasuki alam akhirat. Islam tidak mengajarkan bahwa ruh orang yang sudah meninggal berkeliaran di tempat tinggalnya atau di sekitanya yang masih dapat memberikan sesuatu kepada orang-orang yang masih hidup, terutama memberi berkah atau mengabulkan permintaan bagi yang memohon kepadanya. Karena itu, keyakinan masyarakat Jawa seperti itu jelas bertentangan dengan aqidah Islam. Apalagikeyakinan akan kemampuan ruh-ruh itu memberikan sesuatu kepada orang orang yang masih hidup jelas sekali bertentangan dengan ajaran tauhid yang mengajarkan keesaan Allah, terutama dalam hal memberikan pertolongan dan mengabulkan permintaan hamba-hamba- Nya. Melakukan permintaan kepada roh-roh seperti itu adalah perbuatan sia-sia yang bertentangan dengan ajaran tauhid, bahkan termasuk berbuatan syirik, yakni menyekutukan Allah dalam arti mengakui bahwa selain Allah ada yang dapat memberikan sesuatu (dalam hal ini pertolongan). Begitu juga keyakinan-keyakinan di sekitar makam suci, kramat, atau spiritual, yang sekarang memunculkan berbagai tradisi yang terus dipertahankan jelas bertentangan dengan aqidah Islam,khususnya ajaran tauhid.
Menurut Usman Raliby (dalam Muhammad Daud AIi, 2000:202-209) ajaran tauhid atau mengesakan Allah dapat dijabarkan menjadi tujuh ajaran tauhid, yaitu: I) mengakui Allah Maha Esa dalam Ozat-Nya, 2) mengakui Allah Maha Esa dalam sifat-sifat- Nya, 3) mengakui Allah Maha Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, 4) mengakui Allah Maha Esa dalam wujud-Nya,5) mengakui Allah Maha Esa dalam menerima ibadah, 6) mengakui Allah Maha Esadalam menerima hasrat dan hajat manusia, dan 7) mengakui Allah Maha Esa dalam memberi hukum. Ketujuh macam tauhid ini dapat ditemukan dasar-dasanya dalam al-Quran. Dari ajaran tauhid yang ke-5 dan ke-6 dapat dipahami bahwa Allah sajalah yang berhak disembah dan menerima peribadatan. Hanya Allahlah yang harus disembah oleh manusia dan hanya kepada-Nyalah manusia memohon pertolongan. Jika manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan, dan keinginannya, maka hendaknya langsung ditujukan kepada Allah dan tanpa melalui perantara atau media apa pun namanya. Konsekuensinya, setiap Muslim tidak memerlukan perantara, baik orang maupun rohnya, dalam menyampaikan hajat dan permintaan kepada Allah.
Dengan memperhatikan ajaran tauhid seperti di atas jelaslah bahwa tradisi mencari berkah dan mengajukan permohonan dan keinginan kepada Tuhan melalui ritual-ritual yang dilakukan dalamziarah ke makam Bathok Bolu bertentangan dengan ajaran Islam. Adapun dalam tradisi Suran dapat dirinci menjadi dua bagian, yaitu bagian yang bersifat ritual yang masih sejalan dengan ajaran  Islam dan bagian yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Kelompok ritual yang bertentangan dengan ajaran Islam adalah ritual-ritual yang bertentangan dengan ajaran tauhid seperti tradisi ziarah di atas, misalnya acara mencari berkah melalui ritual:
I) minum air suci yang diambil dari Sendang Ayu dengan keyakinan tertentu, 2) bersemedi di makam Ki Demang Ranupati dan Yang Guru serta di Kraton Jin untuk mendapatkan berkah, dan 3) melakukan Kirab yang tujuan akhinya untuk melakukan persembahan kepada Tuhan (Allah) dan mendapatkan berkah. Tradisi-tradisi ini sebenanya adalah warisan tradisi Hindu-Jawa dalam rangka bersih dusun yang diselingi ritual-ritual keislaman,misalnya dalam melakukan pujian-pujian kepada Allah dan berdoa kepada- Nya.
Kelompok ritual yang pertama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam adalah acara-acara tambahan yang belum lama dilaksanakan. Acara ritual-ritual selingan ini misalnya tradisi slametan yang dikemas dalam bentuk bacaankalimahthayyibahpuji tahli! atau yang sering disebut tahlilan yang menurut pengamatan peneliti memang tidak memasukkan ritual yang menyimpangdari ajaran Islam. Ritual yang lain adalah mujahadah dengan membaca bacaan surat al-Fatihah, shalawat Nabi, Asmaul Husna, dan permohonandoa kepada Allah yang dipimpin oleh seorang ulama terkenaI di Yogyakarta yang kemudian ditutup dengan ceramah dakwah (pengajian) Islam. Ritual-ritual ini jelas tidak bertentangan dengan ajaran Islam ketika diniatkan dengan ikhlas dan tidak dibarengidenganniatan-niatanyang salah. Dari kacamata syariah Islam tradisi-tradisi seperti itu, khususnya ritual-ritual yang dalam kacamata aqidah tidak bertentangan dengan ajaran Islam, masih debatable, dalam arti masih diperdebatkanboleh tidaknya untuk dilaksanakan. Sebagian ulama menganggaphal itu sebagai bentuk bid'ah, yakni hal-hal barn yang dilarang oleh agama untuk dilaksanakan, karena tidak ada landasannyayang pasti dari al-Quran dan hadits Nabi Muhammad  SAW. Sebagian ulama juga ada yang membolehkan hal itu.
Inti Sari Nilai Upacara Bathok Bolu, adalah mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Arti kata Bathok Bolu adalah Bathok (Tempurung dalam Bahasa Indonesia, bathok dalam bahasa Jawa), sedangkan Bolu adalah (Bolong telu dalam bahasa Jawa, Lubang tiga dalam Bahasa Indonesia).
Upacara Bathok Bolu dapat digambarkan sebagai bathok kelapa yang melukiskan hidup manusia secara filsafat dan hakikat serta mistis. Yakni:
Cikal (calon)atau tunas, yaitu bakal pohon kelapa yang masih kecil. Yakni umur manusia ketika masih kanak-kanak  belum sempurna,
Glugu, artinya manusia kecil biasanya bertindak masih lugu dan tidak pernah bohong, polos pemikirannya. Maksudnya manusia harus bertindak jujur, lurus seperti glugu (pohon kelapa).
Tataran, yaitu tangga yang di buat pada batang kelapa untuk memudahkan seseorang memanjatnya. Maksudnya, hidup manusia itu hendaknya di awali dari tahap demi tahap. Dalam meraih segala ngelmu, diperlukan laku dan proses.
Tapas,yaitu pembungkus calon buah kelapa. Maksudnya, manusia harus mau di tata yang pas dan selaras.
Mancung, yaitu kuncup bunga kelapa maksudnya manusia hendaknya selalu mengacungkan diri dalam hal kebaikan, harus menggantungkan cita-cita setinggi langit.
Manggar, yaitu bunga kelapa, maksudnya hidup seharusnya di anggar-anggar  atau di pertimbangkan masak-masak.
Bluluk, buah kelapa kecil maksudnya hidup seharusnya balbul (mengepul-kepul) dengan keluk (asap), hidup harus senang membakar kemenyan sebagai sarana bertemu dengan Tuhan.
Cengkir, buah kelapa muda. Maksudnya hidup harus kuat pemikirannya (kenceng ing pikir)
Degan, kelapa muda. Maksudnya hidup harus bisa mendapatkan gegantilaning ati (buah hati), yaitu Tuhan.
Sepet, pembungkus kelapa. Maksudnya manusia hidup hidup harus berani menghadapi sepete kehidupan (pahitnya kehidupan).
Janur, daun kelapa muda berwarna kuning. Maksudnya, hidup harus selalu mencari cahaya kuning, yaitu nur ilahi.
Nilai yang terkandung dalam upacara ini :
a. Nilai luhur kebersamaan dan gotongroyong.
Bahwa dalam pelaksanaan upacara adat dilakukan secara bersama-­sama tidak memandang pada agama maupun pranata sosial seluruh masyarakat sambiroto dan sekitarnya sebagai perwujudan kekerabatan persatuan dan kesatuan antara arga tanpa memperdulikan dengan suatu maksud dalam pemahaman kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Nilai luhur kepribadian dan kepercayaan diri
Bahwa dengan melaksanakan upacara ini masyarakat sambiroto merasa yakin akan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan akan mengabulkan segala permohonannya. Para pelaku upacara mempunyai semangat tinggi dan kepribadian yang mantap dan kuat untuk melabuhkan sosial naluri yang tertanam dalam kancah budaya spiritual.
c. Nilai luhur ketauladanan
Bahwa dengan melaksanakan upacara tersebut akan memberikan suri tauladan dan pewarisan nilai luhur budaya daerah kepada generasi muda dan masyarakat yang nantinya mampu menyerap, mengamalkan dan selanjutnya melestarikan
d. Nilai luhur kepasrahan
Bahwa melaksanakan upacara adat adalah wujud dari kepasrahan kepada Tuhan Yang Esa, tasyakur atas rahmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua dengan rasa handarbeni dan melestarikan budaya berarti akan mewariskan kepada generasi selanjutnya.
e. Tokoh Bathok Bolu, TugiransekdesPoromartaniKalasan.
Hal hal yang diwariskan adalah untuk mengenang kepasrahan seseorang dalam menyatukan sarana meditasi kraton kajiman alas ketangga, sambiroto dan dijadikan tempat yang sakral yang dapat menyatakan rasa syukur kepada Yang maha Kuasa "Nyawijekke Rasa Pangrasa Anggayuh Nugrahaning Gusti”, sehingga masyarakat apabila tidak melaksanakan upacara tersebut dikhawatirkan akan mendapat bencana atau mara bahaya dengan yang bersemayam di kraton kajimanbathok bolu alas ketangga.


0 komentar:

Posting Komentar